Putut menguraikan, syarat pertama menjadi pemimpin masa depan dan harus dipenuhi adalah sehat jasmani, rohani dan ideologi. Namun ketiga syarat itu belumlah cukup dan harus disempurnakan. Syarat kedua bagi pemimpin masa depan Indonesia adalah harus cerdas, berkepribadian Pancasila serta visioner.
Untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman masa depan yang sangat kompleks, pemimpin masa depan Indonesia harus berpegang pada tiga pilar, sebagaimana diungkapkan Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto. Ketiga pilar itu adalah, mutlak berbasis kebangsaan, memiliki wawasan geopolitik, serta berpikir dan bertindak secara strategis.
“Pada tahun 2045, Ibu Kota Nusantara telah menjadi smart city. Karena berstatus smart city, IKN akan memengaruhi kota-kota lain di Indonesia dan berlomba menjadi smart cities lainnya. Dibangunnya Ibu Kota Nusantara diharapkan juga akan mengubah cara berpikir, bersikap, bertindak dan berperilaku masyarakat Indonesia.
Bersamaan dengan itu, penggunaan artificial intelligence dalam kehidupan masyarakat Indonesia akan semakin biasa. Namun hal ini memunculkan berbagai tantangan dan ancaman dalam konteks Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara,“ jelas Putut Prabantoro.
Namun demikian, lanjut dia, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informatika seharusnya tidak menggeser atau bahkan menghapus nilai-nilai luhur Pancasila. Alasannya adalah munculnya fenomena di medsos terkait sikap permisif terhadap nilai-nilai perilaku yang tidak sesuai dengan Pancasila. Dan itu, telah terjadi pada saat sekarang.
Kemajuan di bidang artificial intelligence dalam kehidupan masyarakat Indonesia hendaknya juga diantisipasi dampak negatifnya. Indonesia tidak dapat menghindarkan diri tetapi juga tidak bisa larut. Sila-sila Pancasila harus semakin tampak dalam penggunaan artificial intelligence di berbagai bidang. Dan itu tergantung pada pemimpin masa depan Indonesia
“Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi, dasar negara ataupun falsafah kehidupan bangsa harus semakin dirasakan nilai-nilainya pada masa itu. Pancasila tidak hanya sebatas pada pemahaman saja, Nilai-nilai luhur Pancasila harus berbentuk, berwujud dan berketahanan. Apakah robot perlu berideologi ?” tukas Putut Prabantoro memancing pemikiran para peserta.
Lebih jauh dikemukakan Putut, ancaman terhadap bangsa dan negara Indonesia sangat kompleks. Ancaman itu bersifat militer ataupun nonmiliter, fisik dan nonfisik (siber), menyerang ketahanan dan kedaulatan ekonomi, budaya, ideologi, baik dari dalam ataupun luar negeri. Ancaman ini akan sangat mudah menghancurkan Indonesia, jika kelemahan mental dan kepribadian bangsa Indonesia tidak diatasi. Kelemahan mental yang dimaksud sebagaimana diungkapkan Guru Besar Universitas Indonesia, Koentjaraningrat dan budayawan Muchtar Lubis. Kelemahan mental bangsa Indonesia inilah yang sebenarnya, menurut Putut Prabantoro, memberikan peluang tumbuhnya radikalisme, terorisme, kekerasan ekstrem ataupun intoleransi yang sangat bertentangan dengan Pancasila.
Kesehatan ideologi yang merupakan syarat utama bagi pemimpin masa depan Indonesia, bagi Taprof Lemhannas RI itu, harus diawali dengan membangun sikap dan semangat kehormatan bagi simbol-simbol kenegaraan. Simbol-simbol negara itu antara lain diwujudkan dalam bentuk bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan. Keempat simbol ini merupakan wujud dari persatuan, kedaulatan, kehormatan, kebangsaan dan keberagaman.
Share this Article